Sabtu, 24 Maret 2012

PACARAN : ITS JUST A CHANGE OF MINDSET


Cinta merupakan sebuah fenomena yang ngga pernah lepas dari setiap sendi kehidupan manusia. Apapun itu, cerpen, novel, Film, sinetron dan lain sebagainya semua selalu memunculkan apa yang kita sebut bersama, cinta. Tapi, jika kita membicarakan cinta itu terlalu luas dan tidak semudah apa yang kita pikirkan. Untuk mempersempit itu, kita akan melihat cinta yang fenomenal di kalangan anak muda, antara seorang pria dan wanita. Cinta yang tumbuh ini memunculkan apa yang kita sebut dengan “pacaran”.

Pacaran, sebuah status yang sepertinya sangat dibutuhkan oleh anak muda zaman sekarang. Seakan-akan hidup itu kurang bermakna tanpa status tersebut. Saya sendiri pun tidak mengetahui, istilah pacaran itu datang dari mana dan arahnya kemana tetapi istilah itu sekarang sangat popular.

Sepanjang pengamatan saya, ada satu hal yang menjadi pertanyaan saya. Mengapa seorang sahabat bisa dengan mudah berubah status menjadi pacar tetapi sebaliknya, kenapa seorang pacar susah untuk dijadikan sahabat ketika hubungan tersebut berakhir? Apalagi ketika hubungan tersebut berakhir dengan kebencian, malah bisa menjadi musuh. Kenapa, saat masih menjadi sahabat, ketika dia menceritakan kedekatannya dengan lawan jenis, kita dengan enteng membombandir sahabat kita dengan berjuta pertanyaan, Siapa? Koq ngga dikenalin sich? Anak mana? Kapan lo jadian? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Bagaimana kalau statusnya naik ke level pacar? Seandainya dia menceritakan lawan jenis maka kita juga dengan enteng membombandir dirinya dengan marah, ngambek, kesal, didiamkan dan sebagainya. Koq pacaran itu kelihatan susah ya? Bersahabat dengan lawan jenispun susah. Bagaimana tidak, ketika kita dekat dengan lawan jenis, baik pria dan wanita, orang-orang akan memandang bahwa keduanya berpacaran dan terpengaruh dengan pandangan orang lain, maka keduanya sepakat untuk menaikan level, yang semula “sahabat” menjadi “pacar”.

Banyak yang mengatakan bahwa pacaran tersebut merupakan tahap pengenalan sebelum memasuki jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu yang kita sebut dengan pernikahan. Lalu muncul sebuah pemikiran dalam kepalaku, untuk masuk ke jenjang yang kita sebut pernikahan itu adalah bertunangan terlebih dahulu bukan? Kenapa harus melalui pacaran? Mungkin banyak yang akan menjawab, sebelum bertunangan, kita harus pacaran terlebih dahulu untuk mengenal satu sama lain. Lalu muncul pertanyaan lain, kenapa harus berpacaran? Bukankah persahabatan termasuk tahap pengenalan? Saat kita bertemu seseorang, kita pasti menanyakan nama terlebih dahulu kemudian alamat, dan lain sebagainya. Untuk hal tersebut, berarti kita telah memasuki proses pengenalan itu sendiri. Selanjutnya, ketika kita mulai menjadikan orang itu sahabat, kita mulai mempelajari karakter orang tersebut, kebiasaannya, hobby, makanan favoritenya, minuman favoritenya, bagaimana ketika dia senang, bagaimana ketika dia marah, bagaimana ketika dia sedih, kita mulai berbagi satu sama lain. Bukankah ini bisa disebut proses pengenalan juga? Berarti bohong jika kita katakan pacaran merupakan proses pengenalan karena kita pacaran dengan seseorang karena kita sudah mengenalnya, pacaran yang paling cepat pun setidaknya kita sudah tahu nama dan alamatnya. Tidak mungkin ada orang yang berpacaran tanpa mengenal siapa nama pacarnya! Menjadi sahabatpun adalah proses pengenalan.

Lalu, apa yang membedakan persahabatan dan pacaran? Apa yang menyebabkan status pacaran itu memiliki “level” yang lebih tinggi dari persahabatan? Yang membuat “pacaran” memiliki level yang lebih tinggi dari “persahabatan” itu hanyalah perubahan mindset atau pola pikir kita saja! Percaya atau tidak, kalian bisa amati disekitar kalian sendiri, ketika statusnya masih “sahabat” mindset kalian menyebutkan dia adalah milik bersama. Jadi, ketika dia mendapat kenalan baru, terutama lawan jenis kalian tidak akan complain, dia mau jalan dengan siapapun kalian tidak akan protes, ketika dia sibuk dengan dirinya sendiri kalian tidak akan marah, ketika dia berhenti menghubungi dirimu, kamu ngga kenapa-kenapa. Bagaimana ketika statusnya dinaikan ke level “pacar”? Hati-hati saja, seharian ngga dihubungi, kita ngomel-ngomel. Dia jalan sama orang lain, kita cemburu dan ngamuk-ngamuk. Dia jalan bareng sahabatnya pada malam minggu, kita marah-marah dan bilang dia lebih peduliin sahabatnya dibandingkan kita, pacarnya. Dia yang tidak berada dengan kita, kita menjadi curiga, khawatir dia pacaran dengan orang lain atau istilah kerennya, selingkuh. Apapun yang dilakukan pacar kita semuanya harus dalam sepengetahuan kita. Ketika kalian pacaran, mindset kalian berubah. She or He is mine! Dia milikku! Seharusnya, konsep pemikirian seperti itu dimunculkan paling cepat saat kita sudah bertunangan dan memutuskan untuk segera menikah. Ingatlah, dengan pacaran kalian belum terikat satu sama lain. Masing-masing masih memiliki dunia sendiri yang harus dijalani. Berbeda saat kita sudah menikah, kita dan pasangan kita sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Jadi, sebenarnya apa yang mendasari kita memutuskan untuk pacaran? Yang pasti, pacaran bukanlah tahap pengenalan karena dengan menjadi sahabatpun kita sudah belajar mengenal orang tersebut. Bahkan kamus besar bahasa indonesiapun hanya menjabarkan bahwa, “pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih” melihat deskripsi itu berarti pacaran juga hanyalah sebuah persahabatan. Jika dikatakan berdasarkan cinta kasih, maka itu lebih menjurus ke cinta eros. Sekali lagi, yang membuat pacaran menjadi lebih special dari hubungan persahabatan adalah perubahan mindset kita dan juga kita tidak mungkin bermesraan dengan semua gadis kan? Pacar adalah sahabat yang sangat special.

“Your mindset that make the relationship is very special”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar