Selasa, 13 Oktober 2009

MONDAY, UNLIMITED TIRED

Mataku menatap layar Handphone untuk memastikan waktu sebelum mulai menggerakan tangan kiriku. Dengan bermodalkan sehelai kertas dan bolpoint, aku menuangkan isi kepalaku. Yeah, ini hanya sementara. Semua tulisan itu akan berpindah ke perangkat digital. Aku tidak akan membahas apapun dalam tulisan kali ini, hanya menceritakan aktifitas hari ini.

Pagi yang indah namun di awali dengan curah hujan. Ya, hujan berkat dari Tuhan. Aku duduk diam, mengamati butiran-butiran air yang jatuh dari langit. Siklus hidrologi yang tak terputus, pikirku. Aku mengalihkan pandanganku kearah teman-teman yang sama denganku, terjebak hujan sehingga tidak mengikuti kuliah. Yah, semua dikarenakan keterlambatan pemberitahuan. Tapi tentu saja, tidak mengikuti kuliah tidak membuat kami bersedih. Yah, aku tidak akan berpura-pura. Cuaca yang seperti ini bukanlah cuaca yang tepat untuk mengikuti kuliah. Seperti kata seorang teman, “Ngapain juga ikut kuliah, ujung-ujungnya kita tidur juga…” Sebuah pernyataan spesial yang mewakili seluruh pemalas di dunia dan sepertinya aku termasuk dalam kelompok itu. Sambil menunggu hujan reda, masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Di depanku, salah seorang teman lagi duduk santai sambil memegang handphone, memainkan sebuah game. Didekatnya, sekelompok mahasiswa yang sibuk tertawa terbahak-bahak yang aku sendiri tidak tahu apa yang lucu. Senyum simpul menghiasi bibirku melihat ulah teman-temanku. Disisi lain, tampak dua orang satpam yang hanya senyam-senyum mendengar berisiknya para mahasiswa yang numpang berteduh itu. Apa yang ada dalam benak kedua orang tua itu? Aku mencoba menerka-nerka. Melihat dari bentuk senyuman yang tersungging itu, pasti mereka merasa aneh dengan para mahasiswa yang berisik itu. Sudahlah, ngapain dipikirkan. Aku mencari-cari sesuatu untuk mengalihkan pikiranku.

Malas. Itulah yang saat ini aku rasakan. Semua semangat yang tadi pagi telah ku kumpulkan menguap begitu saja. Sepertinya ikut tercuci bersama butiran-butiran hujan yang jatuh. Menunggu dan terus menunggu, tapi yang ditunggu belum juga reda. Dan tiba-tiba sebuah suara membuyarkan lamunanku. Panggilan untuk beranjak dari tempat itu, bersiap untuk memulai praktikum. Yah, lanjutan dari kuliah hari ini. Dan tentu saja, hujan pagi hari ini telah berhenti. Thanks GOD! Bisikku dalam hati. Aku sudah bosan jika harus berdiam diri terus. Dengan semangat yang baru, gerombolan pemalas ini mulai bergerak, menuju rumpunan pohon sawit yang akan menjadi lokasi praktikum kali ini. Tapi lagi-lagi kami dibuat menunggu. Para mahasiswa yang sok rajin itu belum ada yang datang.

Serombongan mahasiswi dari kejauhan bergerak kearah kami. Ini membawa perubahan, menunggu tak lagi menjemukan tapi berubah menjadi menyenangkan. Melihat temanku yang berusaha menggoda para mahasiswi S1 itu membuatku tertawa. Yah, para keturunan adam ini bertingkah sangat menggelikan. Menawarkan diri untuk menjadi tukang ojek, dasar aneh! Tentu saja aku tidak turut bergabung dengan para penggoda itu, its not my style. Dan tentu saja, para hawa itu berjalan dengan anggun tanpa menghiraukan para penggodanya. Tapi, yang namanya lelaki tidak memperdulikan itu. Tanpa henti terus menggoda para mahasiswi. Kegiatan yang lumayan mengasyikan disela-sela waktu menunggu ini. Tiba-tiba melintas pertanyaan dalam benakku, apakah laki-laki tidak bisa diam saat melihat wanita-wanita cantik? Apa keuntungan yang mereka dapat dari menggoda para wanita itu? Beruntung kalau dilirik, ini malah dicuekin. Tapi kenapa mereka tidak berhenti saja? Apa karena jumlah mereka banyak? (Padahal jumlah mahasiswi yang ada lebih banyak). Apakah mereka akan berani jika hanya sendiri? Biar bagaimanapun, aku tidak tergabung dalam kelompok penggoda itu. Memang wanita itu sangat menawan tapi tidak harus digoda seperti itu kan? Dan tentu saja, aku mengagumi para wanita-wanita itu. Yang berjalan melewati para pria-pria berotak jorok itu dengan sangat anggun. Apa yang ada dipikiran para wanita itu? Ingin rasanya aku menghentikan salah seorang dari mereka dan segera membombandir dengar pertanyaan-pertanyaan mengenai isi kepala mereka. menanyakan tanggapan mereka tentang para pria berotak jorok yang tidak ada hentinya menggoda mereka (Tidak termasuk aku walaupun otakku tak lebih bersih dari mereka). Apakah mereka bangga digodai seperti itu? Atau malah menjadi mual-mual melihat wajah para pria cabul itu? Tapi tentu saja, aku tidak melakukan itu. Aku tidak mau dianggap sebagai orang gila. Dan akhirnya, rombongan para mahasiswi itu menghilang dikejauhan. Dan kami kembali ke aktifitas awal, menunggu sambil terus bercakap-cakap dan melupakan kejadian tadi.

Penantian yang menurutku cukup lama itu akhirnya berakhir. Satu persatu dari mahasiswa yang sok rajin itu akhirnya muncul dan tentu saja, dosen yang akan membimbing kami. Setelah penjelasan panjang lebar dari dosen, akhirnya dapat ditarik satu kesimpulan. Kami harus memanjat pohon sawit! Setelah perlengkapan-perlengkapan ada di tangan kami, kelompok-kelompok kecil mulai bergerak mencari. Bunga jantan dan bunga betina tanaman kelapa sawit yang masih kuncup, itulah target pencarian kami. Aku tak mau berlama-lama, dengan sekali komando aku langsung memanjat salah satu pohon. Singkat cerita, aku sudah berada diatas pohon sawit bersama salah seorang anggota kelompokku yang juga sangat ahli memanjat. Tanpa banyak omong, pekerjaan segera dimulai. Mengukur tinggi bunga, lingkar bunga, kemudian menyungkupinya dengan karung yang ada dan diberi label. Setelah itu, dengan bangga aku mengeluarkan hadphone dan mulai berpose. Jepret! Aku mulai mengambil foto diri yang sedang berada di atas pohon sawit. Ya, moment yang perlu diabadikan dalam wujud gambar. Dan tentu saja, dengan bangganya aku membuka Facebook dan dengan sombongnya mengumumkan keseluruh pengguna facebook tentang keberadaanku diatas pohon sawit (sayangnya tidak banyak yang merespon). Setelah berpuas diri diatas pohon, kami segera turun dengan sedikit goresan ditubuh kami (Berdarah loch!!!). selanjutnya mencari bunga betina sebagai pasangan bunga jantan yang telah kami sungkupi di awal tadi. Aku tidak mau lagi naik. Biarkan teman-teman yang belum merasakan keindahan berada di pohon sawit yang memanjat. Aku hanya mengamati dari bawah dan sesekali memberi petunjuk bak seorang pakar. Setelah kegiatan yang penuh dengan perjuangan ini selesai, kami segera mempersiapkan diri menghadapi kuliah selanjutnya. Thanks GOD, untuk hari yang Kau beri. Melelahkan tapi menyenangkan, batinku sambil berjalan menuju kelas. Perjuangan masih akan berlanjut!

***END***

KH@_

Minggu, 04 Oktober 2009

PATH OF LIFE...


Mataku menyapu sekelilingku, memandangi tempat yang bagiku sangat asing ini. Otakku yang lambanpun berusaha untuk mencerna keadaan ini. Aku memandang kebawah sambil berpikir, dan mataku menyadarkanku ternyata aku sedang berdiri disebuah jalan setapak. Saat aku mendongak dan memandang ke depan, dan aku harus menyipitkan mataku agar dapat melihat ke depan. Sejauh mata memandang hanya kabut putih yang terbentang dihadapanku. Kabut putih yang lebih tebal dari asap yang bersumber dari kebakaran hutan di Kalimantan sangat mengganggu pemandanganku. Kabut brengsek! Makiku dalam hati. Kemudian aku memutuskan untuk melangkah ke depan menembus kabut yang menghalangi pandanganku. Aku tak mau berdiam diri seperti orang bodoh disini. Saat aku melangkahkan kaki ke depan, perlahan kabut didepanku menghilang perlahan-lahan. Ini aneh, setiap aku melangkahkan kaki, kabut menghilang. Aku semakin bernai melangkah terus. Tiba-tiba otakku memerintahkan aku untuk menghentikan langkahku dan tentu saja aku berhenti. Setelah membiarkan kabutnya menghilang, sebuah jembatan gantung terbentang di depanku. Saat aku bingung, apakah cukup aman untuk menyebrangi jembatan tersebut? Kesannya jembatan itu terkesan rapuh untuk menopang berat badanku. Yah, walupun aku tergolong ringan. Aku menghilangkan segala kekhawatiran yang ada di hatiku. Dengan gagah aku melangkah menembus jembatan itu. Saat aku tiba diseberang, tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras. Jembatan tersebut telah menghilang ke angkasa, seolah tersedot sesuatu. Dan ketika aku kembali memandang ke depan sekarang aku dihadapkan kepada jalan garpu empat. Dan masing masing jalan itu diawali dengan jembatan. Aku hanya berdiri didepan keempat jalan tersebut, kebingungan kearah mana yang harus ku pilih.

Cukup lama aku berdiam diri di depan keempat percabangan jalan tersebut. Akhirnya aku memutuskan untuk memilih jalan yang kanan. Ketika baru saja melangkahkan kakiku, tiba-tiba sebuah suara memperingatkanku
“Hati-hati dalam memilih jalan nak.”
Aku menoleh untuk melihat siapa yang berbicara kepadaku. Ternyata seorang kakek yang sudah sangat tua, menurut perkiraanku, berusia 100 tahun. Berdiri di depan jalan yang berada ditengah.
“Hati-hati? Mengapa kek?” aku bertanya heran
“Apakah kamu tidak tahu jalan yang kamu lalui ini?” Si kakek balik bertanya heran.
“Tidak…” aku menjawab dengan santai
Si kakek itupun tertawa. Tentu saja hal itu membuatku heran.
“kenapa kakek tertawa?” aku bertanya heran. Menurutku jawaban yang ku berikan sudah benar. Jawaban yang singkat itu telah cukup mewakili ketidaktahuanku. Apa sang kakek berharap aku mengeluarkan jawaban yang terdengar lebih ilmiah?
“Kamu memang tidak memperhatikan apapun selama melangkah ya?”
Aku malas menjawab pertanyaan tersebut, jawaban yang sama seperti sebelumnya akan membuatnya kembali tertawa.
“coba lihat ke belakang” kata kakek tersebut sambil tersenyum.
Dan akupun mengikuti perintah orang tua tersebut. Aku ternganga melihat sebuah layar lebar menjulang tinggi dibelakangku. Saat memperhatikan itu layar itu aku menjadi tersentak.
“Hei! Itu aku yang tadi!!” Seruku
Layar itu memperlihatkan keadaan saat aku melewati jembatan pertama dan seterusnya. Aku memandang kembali kepada kakek tadi dengan wajah yang menunjukan keheranan. Aku menunggunya memberikan jawaban untuk keherananku ini.
Path of life…” kata kakek itu.
Path of life? Jalan kehidupan? Aku masih bingung mendengar perkataan kakek tersebut. Aku terus berdiam diri, menunggu penjelasan lebih lanjut.
“Kehidupan di dunia ini diawali dari kelahiran dan diakhiri dengan kematian.” Kakek itu memulai penjelasannya
“ Sang waktu adalah penghubung awal dan akhir itu. Waktupun membentuk banyak jalan untuk menuju kepada sang akhir, kematian. Jalan yang tercipta itu disebut path of life. Kamu, hanya perlu berjalan mengikuti jalan ini dan membuat pilihan-pilihan jalan yang mana akan kamu tempuh.” Jelasnya
“Jadi, jika aku tidak melangkah, kematian tidak akan menyentuhku?” aku bertanya dengan tampang bodoh sambil memandang keempat jalan yang ada di depanku.
“hahahahahaha… tak ada yang bisa lolos dari kematian. Seperti yang ku katakan, waktu adalah penghubungnya. Walaupun kamu berdiam disini, sang waktu pasti akan mengantar kematian kepada dirimu.”
Aku kembali memandang keempat jembatan tersebut yang tentu saja masih tertutup kabut sambil memikirkan penjelasan sang kakek. Aku menoleh kembali kepada kakek tersebut dan mengajukan pertanyaan dengan harapan dia tak akan menertawakan pertanyaanku lagi.
“ Kek, jika waktu juga telah membentuk banyak jalan untuk ku tempuh mengapa semuanya tertutup kabut?”
Kakek itu kembali tertawa.
Apa aku begitu bodoh sampai harus ditertawai berkali-kali? Aku hanya menunjukan rasa ingin tahu yang besar. Aku kembali teringat kepada seorang penemu besar, Thomas Alva Edison yang ditetawai dan di anggap bodoh karena keseringan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menurut orang dewasa tak perlu dipertanyakan. Aku tersenyum sendiri.
“Apakah kamu akan senang menerima sebuah hadiah atau kejutan yang telah kamu ketahui isinya terlebih dahulu?”
Sekarang giliranku yang tertawa mendengar pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang tak berhubungan pikirku.
“Kalau kita sudah tahu isinya terlebih dahulu, itu namanya bukan hadiah ataupun kejutan kek.” Jawabku sambil tertawa
“Jalan kehidupan juga seperti itu. Jalan itu seperti hadiah dari TUHAN dan hadiah yang diberikan sangat banyak dan kamu hanya diperkenankan memilih satu.”
Jawaban yang sanggup membuat tenggorokanku tersekat sehingga tak bisa lagi mengeluarkan tawa.
“TUHAN telah menyiapkan banyak hal pada salah satu jalan yang kamu pilih. Entah itu kesedihan, cobaan, godaan kebahagiaan dan sebagainya. TUHAN memberikan kebebasan untuk dirimu mau menjalani hidup yang seperti apa. Tapi itu semua yang akan menentukan tempat yang akan kamu tempati saat penghakiman terakhir” Kakek itu memberi penjelasan lanjutan
Aku terdiam karena menyadari maksud yang terkandung dalam perkataan itu. Aku memandang kembali kepada keempat jembatan yang ada dihadapanku.
“Ingat! Jalan manapun yang kamu pilih, kamu tak akan pernah bisa mengulang pilihanmu itu sendiri” kata kakek itu.
Tentu saja hal itu membuatku tersentak. Aku masih terpaku memandang keempat jembatan tersebut. Setelah cukup lama aku berdiam diri, aku memutuskan untuk duduk, sambil melemaskan kaki. Jalan mana yang harus kupilih? Apakah aku mempunyai kekuatan untuk menghadapi apa saja yang akan hadir dihadapanku? Bagaimana jika aku gagal? Apakah aku sudah siap untuk semua kemungkinan-kemungkinan itu?
Aku tak tahu berapa lama aku berdiam di depan jalan-jalan itu. Kantukpun mulai menyerangku. Ketika mataku perlahan-lahan mulai tertutup sebuah suara mengelegar dibelakangku
“Hei! Sampai kapan kamu akan berdiam diri disini? Apakah kamu akan menunggu sampai sang kematian menjemputmu dan hidupmu menjadi sia-sia?”
Aku tersentak bangun mendengar suara sang kakek.
“Kamu telah berdiam diri selama 12 jam!”
Aku menghela nafas panjang dan menjawab, “Aku ragu untuk membuat keputusan. Aku belum siap untuk menghadapi apapun yang ada di depanku.”
“Lemah!! Hanya seorang pecundang yang tak berani membuat keputusan!!” bentak kakek itu
Aku terkesiap mendengar bentakkan dari kakek itu. Suara yang menyambar bagi petir, membuatku terjaga.
“tapi bagaimana aku bisa menghadapi misteri yang ada dibalik kabut itu?”
“Apa kamu hidup sendirian di dunia ini? Apa kamu tidak mengandalkan Sang Pencipta? Dimana imanmu Hah?!”
Nada suara yang seperti auman singa itu menyentakku dari kebodohanku.
“Apa kamu mau menyia-nyiakan hadiah terindah dari TUHAN?!”
Benar! Aku tidak sendiri di dunia. Mengapa aku tidak memikirkannya? Dan lebih dari itu, aku memiliki TUHAN yang luar biasa, teman-teman, keluarga yang setia. Aku lalu bangkit berdiri dan tersenyum simpul. Setelah memandangi keempat jalan tersebut,aku menundukkan kepala dan sebait doa terucap tanpa kata-kata dalam hatiku. Sambil menegakan badan aku berlari kearah jembatan di sebelah kananku menembus kabut yang menutupnya.
Di kejauhan samar-samar terdengar teriakan sang kakek memperingatkanku, “Hati-hati!! Di depan sana masih banyak persimpangan-persimpangan lainya! Serahkan pada TUHAN untuk menuntun langkahmu!”
Aku terus berlari menembus kabut dengan senyum tersungging karena aku sadar, TUHAN pasti menyertai langkah hidupku. Aku menyadari, di Path of life ini, setiap pilihanmu akan menentukan kearah mana hidupmu berjalan. Membuat pilihan jalan kehidupanmu sangatlah sulit, kadang menimbulkan keraguan, tapi jangan ragu tuk melangkah. Apapun jalan yang kau tempuh buatlah itu menjadi bermakna bersama Seluruh umat manusia.
Life is only travelled once,
Today’s moment become
Tomorrow’s memory….
Enjoy every moment,
Good or bad,
Because the gift of life is life itself…

Path of life, Aku akan membuatmu bermakna sampai aku tiba kepada sang akhir.
***END***

LOVE IS A BLESS ALSO IS A CURSE

“Cinta adalah anugerah Yang Kuasa
Yang bila terasa betapa indahnya…” (Aku Ada Karena Kau Ada-Radja)


Sepenggal lirik lagu diatas telah menujukan kekaguman manusia atas cinta. Lirik awalnyapun telah menyatakan bahwa cinta merupakan sebuah berkat yang sangat berharga bagi manusia. Berkat yang paling menghiasi setiap senti kehidupan manusia. Tanpa cinta, hidup ini terasa hampa, kosong, membosankan,dan tak berarti. Kehadiran cinta pula yang membuat kita mampu menjalani kehidupan dunia ini. Apa jadinya jika dunia ini tanpa cinta? Mungkin akan menjadi dunia para zombie yang tak memilik perasaan.

Cinta yang hadir di dunia ini memang sangatlah indah. Sangat indah sehingga membuat manusia kadang tak mampu menggunakan logikanya. Sampai melahirkan kalimat “kalau cinta sudah terasa, tai kucing pun rasa cokelat” (Hooeeeekkkk….). cinta pun bukan sesuatu yang sangat sederhana. Walaupun hanya terangkai dari 5 huruf tetapi pemahamannya bisa sampai ribuan kata. Konteksnya pun bisa berbeda beda sesuai dengan sudut pandang masing masing. Apakah cinta seorang ibu terhadap anaknya akan sama dengan cinta seorang anak muda kepada kekasihnya?? Jawabannya tidak!!!. Tapi, dari kedua cinta tersebut memiliki persamaan, yaitu kasih sayang yang terdalam sehingga mampu mendorang masing-masing untuk berkorban bagi orang yang dicintainya itu. Perbedaanya???? Yah…. Tanyakanlah pada sang waktu…

Tak bisa dibantah, cinta itu telah memberi warna warni di kehidupan ini. Cinta itu adalah pelengkap hidup kita. Kemana pun kita melangkah, kemana pun kita memandang cinta itu selalu ada. Sejak kita terlahir dan hadir di dunia ini, kita telah menerima cinta dari orang tua kita. Selanjutnya, disadari maupun tidak, cinta pun mulai menemani hari-hari kita. Sekali lagi, cinta adalah anugerah. Karena cinta kita kepada Tuhan membuat kita mempunyai harapan untuk hari esok. Karena Cinta kita kepada keluarga dan sahabat membuat kita tak merasa kesepian. Karena cinta kita kepada belahan jiwa kita membuat kita mampu berkorban.

Namun sayang, dibalik keindahan cinta tersebut ia juga melahirkan kutukan yang tak dapat terhapus. Kutukan itupun telah ada saat kita telah menerima cinta. Mungkin dalam hati kalian sekarang muncul berbagai pertanyaan Cinta adalah kutukan? Bukankah cinta itu indah? Kapan kutukan cinta itu kita rasakan? Untuk menjawab pertanyaan itu, cobalah kalian menjawab pertanyaan ini Kapan kalian mempersalahkan cinta? Kapan kalian sakit hati karena cinta? Kapan kemarahan kalian meledak karena cinta? Kapan kalian mendendam karena cinta? Kapan kalian merasakan kesedihan karena cinta? Saat itulah kutukan cinta mulai kalian rasakan. Itu baru cinta kita di dunia yang fana ini. Bagaimana cinta kita terhadap Sang Pencipta? Saat berbagai problema mulai melanda hidup kita, kita mulai bersungut-sungut bahkan kehilngan cinta kita kepada Tuhan. Awalnya kita masih sanggup memohon kepada-Nya tapi ketika cobaan hidup itu tak perna berhenti kita mulai Kehilangan semangat dan mulai mempersalahkan Tuhan. Cinta kita kepada Tuhan bisa berubah menjadi amarah apalagi cinta kita di dunia ini. Para anak muda yang patah hati sampai nekat mengakhiri hidup orang lain bahkan hidupnya sendiri pun diakhiri. Siapa yang kita harus persalahkan? Manusia yang hatinya begitu lemah sehingga dikalahkan cinta? Walau pun hatinya mampu bertahan dari kutukan cinta tersebut tapi tetap saja ia terluka. Saat kita kehilangan orang-orang yang kita cintai, kita menangisi mereka. Kita merasa kehiangan sesuatu yang berharga. Kehilangan semangat hidup dan terus larut dalam kesedihan. Beberapa manusia mulai mempersalahkan cinta, bahkan memandang rendah cinta. Sampai ada yang mengatakan F***k (sensor) with love! Yang semula mereka memuji cinta tapi berakhir dengan kebencian terhadap cinta. Karena kita mencintai maka kita merasakan kesedihan. Awalnya kita mencintai tapi kemudian kita membenci, kita mendendam. Seandainya sejak awal kita tidak merasakan cinta, pasti kita tidak akan merasakan kesediahan. Cinta… diawali dengan senyuman dan diakhiri dengan derai air mata, dengan sumpah serapah, dengan caci maki, dengan kebencian, dengan dendam. Tapi, apakah kita bisa lari dari cinta? Apakah kita bisa hidup tanpa cinta? Apakah kita sanggup membenci cinta? Saya rasa kalian pasti memiliki jawabannya, dan tak perlu ku tuliskan lagi. Hanya ada satu jawaban dan kita semua tahu itu. Walaupun kita telah sering kali disakiti, dilukai oleh cinta, tapi kita tak pernah bisa berhenti mencintai. Itu seperti lingkaran yang tak pernah putus, Mencintai – terluka – mencintai lagi – terluka lagi dan terus sepanjang hidup kita. Walaupun kutukan cinta itu ada, kita tak perlu takut karena kutukan itu akan terhapus oleh cinta itu juga. Dengan merasakan anugerah dan kutukan cinta, maka kitapun bisa berkembang menjadi lebih baik. Ingat! Saat kita mencintai apapun, siapapun maka kesedihan pasti menaqnti di depan kita dan ketika kita terluka karena cinta, kita tak perlu kahwatir karena cinta yang baru masih menunggu di depan kita.
~Love is a bless also is a curse~